Monday, 14 January 2008

What should I do to marry a rich guy?

Iseng aja nih ada yg lucu buat di baca

--rara--

A young and pretty lady posted this on a popular forum:

Title: What should I do to marry a rich guy?

I'm going to be honest of what I'm going to say here. I'm 25 this year.
I'm very pretty, have style and good taste. I wish to marry a guy with $500k
annual salary or above.


You might say that I'm greedy, but an annual salary of $1M is considered only as middle class in New York . My requirement is not high.

Is there anyone in this forum who has an income of $500k annual salary? Are you all married? I wanted to ask: what should I do to marry rich persons like you? Among those I've dated, the richest is $250k annual income, and it seems that this is my upper limit.

If someone is going to move into high cost residential area on the west of New York City Garden ,
$250k annual income is not enough.

I'm here humbly to ask a few questions:

1) Where do most rich bachelors hang out? (Please list down the names and
addresses of bars, restaurant, gym)


2) Which age group should I target?


3) Why most wives of the riches is only average-looking? I've met a few girls who don't have looks and are not interesting, but they are able to marry rich guys


4) How do you decide who can be your wife, and who can only be your girlfriend? (My target now is to get married)

Ms. Pretty



Here's a reply from a Wall Street Financial guy:

Dear Ms. Pretty,

I have read your post with great interest. Guess there are lots of girls out there who have similar questions like yours. Please allow me to analyze your situation as a professional investor. My annual income is more than $500k, which meets your requirement, so I hope everyone believes that I'm not wasting time here.

From the standpoint of a business person, it is a bad decision to marry you. The answer is very simple, so let me explain. Put the details aside, what you're trying to do is an exchange of beauty and money: Person A provides beauty, and Person B pays for it, fair and square. However, there's a deadly problem here, your beauty will fade, but my money will not be gone without
any good reason. The fact is, my income might increase from year to year, but you can't be prettier year after year.

Hence from the viewpoint of economics, I am an appreciation asset, and you are a depreciation asset. It's not just normal depreciation, but exponential depreciation. If that is your only asset, your value will be much worried 10 years later.

By the terms we use in Wall Street, every trading has a position, dating with you is also a trading position. If the trade value dropped we will sell it and it is not a good idea to keep it for long term same goes with the marriage that you wanted. It might be cruel to say this, but in order to
make a wiser decision any assets with great depreciation value will be sold or leased.


Anyone with over $500k annual income is not a fool; we would only date you, but will not marry you. I would advice that you forget looking for any clues to marry a rich guy. And by the way, you could make yourself to become a rich person with $500k annual income. This has better chance than finding a rich fool.

Hope this reply helps. If you are interested in leasing services, do contact me.

Signed,


J.P. Morgan

Sunday, 23 December 2007

what kind of man are you looking for?

Sebetulnya sudah lama gue mau menanggapi imel Dinda tentang perempuan mandiri dan apa sebetulnya masalah kaum adam dengan perempuan2 jenis itu. Cuma gue bingung harus menanggapi apa, karena masalah gue pun sebetulnya gak jauh2 dari itu.

Tapi sekarang gue sudah tau tanggapan apa yang mau gue kasih ke Dinda, termasuk juga buat yang lain2. Kali ini gue gak berencana berbagi cerita atau pengalaman pribadi, gue hanya mau mem-forward sebuah imel yang baru saja gue terima dari seorang teman. Imel itu juga tidak berisi kisah nyata si teman, hanya imel forward-an standar tentang percakapan antara seorang lelaki yang bertanya kepada seorang perempuan tentang tipe lelaki yang dicarinya.

Dan buat gue, jawaban si perempuan bisa dibilang mewakili apa yang juga gue inginkan. Coba deh kalian baca cerita di bawah ini. Mungkin kalian akan merasakan hal yang sama.

xoxo

===

A wonderful message for single women. And for married women to pass onto their single friends, enjoy it...

In a brief conversation, a man asked a woman he was pursuing the question"

What kind of man are you looking for?"

She sat quietly for a moment before looking him in the eye and asking "Do you really want to know?"

Reluctantly, he said "Yes." She began to expound...

"As a woman in this day and age, I am in a position to ask a man what he can do for me that I can't do for myself. I pay my own bills. I take care of my household with out the help of any man...or woman for that matter. I am in the position to ask "What can you bring to the table?"

The man looked at her. Clearly he thought that she was referring to money. She quickly corrected his thought and stated "I am not referring to money. I need something more. I need a man who is striving for perfection in every aspect of life." He sat back in his chair, folded his arms, and asked her to explain.

She said "I am looking for someone who is striving for perfection mentally because I need conversation and mental stimulation. I don't need a simple minded man.

I am looking for someone who is striving for perfection spiritually because I don't need to be unequally yoked...believers mixed with unbelievers is a recipe for disaster.

I need a man who is striving for perfection financially because I don't need a financial burden.

I am looking for someone who is sensitive enough to understand what I go through as a woman but strong enough to keep me grounded.

I am looking for someone whom I can respect. In order to be submissive, I must respect him. I cannot be submissive to a man who isn't taking care of his business. I have no problem being submissive...he just has to be worthy. God made woman to be a help mate for man. I can't help a man if he can't help himself."

When she finished her spill, she looked at him. He sat there with a puzzled look on his face. He said "You are asking a lot."

She replied, "I'm worth a lot."

Friday, 14 December 2007

Melajang: antara nasib dan pilihan

Menjadi lajang itu bukan nasib, tapi pilihan. Itu yang sering gue lontarkan ke beberapa orang ketika mereka memandang gue dengan tatapan prihatin setelah tahu kalau hampir 3 tahun ini gue melajang. Sebetulnya apa yang gue lontarkan tadi gak sepenuhnya benar. Mungkin lebih sebagai naluri defensif, membela diri atas kelajangan gue.

Lain lagi alasan yang gue berikan ke cowok-cowok yang sempat mampir sebentar dalam hari-hari gue. “Gak laku di bursa perjodohan”. Begitu gue sering menanggapi pertanyaan mereka. Yang biasanya sering ditimpali dengan pertanyaan,”Seorang Dinda gak laku? Gak mungkin. Lo kan manis, lucu, menarik, enak diajak ngobrol, pinter, mandiri. Masa sih gak ada yang mau ama cewek seperti itu. Pasti lo yang pilih-pilih nih.”

Tiga sifat pertama yang dia sebutkan tadi mungkin termasuk kriteria idaman cowok. Masuk ke sifat keempat, cowok masih suka. Sifat kelima, cowok mulai pikir-pikir. Di sifat keenam, itulah saat yang tepat bagi cowok untuk mundur teratur, bahkan kalau perlu mengambil langkah seribu.

“Masa sih begitu? Kenapa?” Beberapa cowok kadang dengan sok naifnya melontarkan pertanyaan itu. Dan gue, dengan sok taunya, memberikan jawaban. Kalau dari yang gue denger-denger sih, cowok sering merasa terancam egonya kalau dekat dengan cewek yang menurutnya lebih pintar dari dia. Dan mereka merasa hilang eksistensinya bila mendampingi cewek yang dianggap mandiri. Mereka merasa tak berarti lagi, menjadi tak penting lagi.

Terus terang gue gak tau tingkat kebenaran pernyataan-pernyataan tadi. Tapi gue pribadi cukup percaya itu, karena semua pernyataan itu keluar dari mulut para cowok juga. Dan berdasarkan pengalaman, ternyata memang bisa dibilang cukup terbukti.

Seperti yang terjadi dengan cowok terakhir yang dekat dengan gue, yang sempat tidak percaya kalau gue melajang karena tidak laku, lalu membacakan 5 sifat ’ideal’ tadi. Kalian tahu apa yang terjadi kemudian? Kita gak sampai jadian. Paling tidak, gak ada deklarasi resmi di antara kami bahwa kita jadian. Meskipun kedekatan kita kadang membuat kita merasa sebagai pasangan (atau mungkin gue aja yang ke-GR-an?). sampai akhirnya intensitas itu berkurang.

Dan sebelum komunikasi di antara kita benar-benar terputus, dia sempat bilang kalau dia gak berani meneruskan kedekatan dengan gue karena gue terlalu mandiri buat dia. Hahaha, ironis sekali, bukan?! Gue gak bisa berkata apa-apa mendengar pernyataan itu. Yang tersisa dalam pikiran gue hanya rasa penasaran, apa yang dia maksud dengan terlalu mandiri? Rasa-rasanya gue sering mengandalkan banyak hal ke dia dan cukup sering minta saran dan melibatkan dia dalam banyak proses pengambilan keputusan. Bahkan tak jarang gue minta ijin dia ketika akan melakukan sesuatu, sebuah hal yang sebetulnya gak perlu gue lakukan.

Apa pun itu, sampai sekarang gue masih penasaran, apa sebetulnya definisi cewek mandiri versi cowok. Setelah melalui semua itu, kadang gue berpikir, mungkin memang lebih baik memilih untuk jadi lajang, dibanding punya pasangan yang terus merasa ’terancam’ dengan diri kita dan asesoris yang menyertai kita. Bagaimana dengan kalian, pengangguran cinta?

Hahaha. Sepertinya sebutan itu tepat sekali buat kita berlima, perempuan-perempuan yang sangat sibuk dengan pekerjaan dan pergaulannya, tapi nganggur dalam percintaan. Yah, semoga masalah kita tidak terus berkepanjangan. Semoga masih ada laki-laki baik di luar sana yang bisa menerima kita apa adanya ;-)

Dinda out

Saturday, 8 December 2007

Inilah kami

Kami adalah perempuan-perempuan lajang, usia 30-an ke atas. Kalau ada kompetisi untuk mendapatkan penghargaan lifetime achievement award for being single, kami berhak masuk nominasi – dan salah satu dari kami pasti akan memenangkan penghargaan tersebut – karena kami telah berjasa menghabiskan sebagian besar masa hidup kami sebagai lajang. Tapi kami bukan perempuan jalang.

Kami perempuan baik-baik yang berasal dari keluarga baik-baik. Kami juga punya latar belakang pendidikan yang sangat baik. Karena itulah mungkin saat ini kami punya pekerjaan, posisi, dan penghasilan yang teramat sangat baik. Tidak ada yang salah dengan semua itu bukan? Tentu tidak. Kesalahan kami hanya satu. Dengan segala kebaikan tersebut, kami pun bermimpi memiliki pasangan hidup yang baik. Dan ternyata mendapatkan pasangan hidup yang baik tak semudah memperoleh pendidikan, pekerjaan, posisi, dan penghasilan yang baik.

Sebelumnya kami tak kenal satu sama lain. Latar belakang kami berbeda. Tak pernah berbagi sekolah yang sama, pekerjaan yang sama, apalagi pacar yang sama. Perkenalan kami berawal dari sebuah forum diskusi di salah satu situs web lokal. Sebuah judul topik dalam forum diskusi tersebut membuat kami, satu persatu, tertarik untuk ikut nimbrung sumbang suara. Yup, topik yang telah berjasa mempersatukan kami berjudul ”female, single, 30 and above”.

Sebetulnya yang paling berjasa dalam forum tersebut adalah seseorang dengan nickname Dh33nd4, pencipta topik seru itu. Dinda, begitu kami biasa memanggilnya, membuka pembahasan dengan memperkenalkan diri sebagai jomblo pro (jomblo professional-red) dan mulai resah dengan keadaannya tersebut. Dinda mulai mempertanyakan apa yang salah pada dirinya yang 8 tahun belakangan ini tak pernah sukses menjalani kehidupan percintaan.

“Salam kenal. Gw Dinda, 34thn, pengalaman sebagai jomblo pro. Gw lagi bingung nih, bbrp thn belakangan ini kok hubungan gw sama cowok acak adul terus ya. Banyak yang baru di tahap pdkt udah mundur teratur. Salah gw apa ya? Padahal rasa2nya gw udah selalu berusaha ngalah, ngasih perhatian, ga banyak nuntut, dan yang terpenting, gak matre! Secara penampilan juga gw kata orang2 termasuk ok kok (ih PD ya?!!). tapi kok hubungan gw ga pernah beres… apa yang salah ama gw ya kira2??... ada ce2 yang senasib ama gw gaa???”

Di luar dugaan Dinda, ternyata cukup banyak perempuan di luar sana yang bernasib sama dan menanggapi topik yang dirilisnya. Seseorang dengan nickname Ny.Schka, yang belakangan kami ketahui bernama asli Nyschka, langsung berkomentar: “salah besar lo gak matre! Ce harus matre untuk bisa dapet co. u know why? Karena sebetulnya co suka ce matre… membuat mereka merasa dibutuhkan, lebih superior dan berkuasa!!! Kalau disuruh pilih antara ce yang mandiri secara finansial dan ce matre, pasti mereka pilih yang terakhir itu. tapi kalo udah gak cocok dan putus, baru lah mereka beralasan 'dia matre sih'. Huh!!!”

Haha. Sebuah komentar berapi-api yang sepertinya keluar dari lubuk hati paling dalam dan pengalaman pribadi. Setelah Nyschka, berturut-turut Rara dan Dedet muncul memberikan komentar dan berbagi sekilas cerita. Sedangkan saya, yang tadinya hanya menjadi penyimak pasif, akhirnya tergoda juga untuk bergabung.

Sebetulnya ada lebih banyak orang yang meramaikan forum tersebut. Kebanyakan dari mereka adalah kaum cowok yang sering melontarkan komentar-komentar iseng. Beberapa bisa dibilang lucu dan beberapa lainnya masuk kategori ‘lucu lo, bangsat!’ Ngerti ‘kan maksudnya?

Agar lebih leluasa curhat dan berbagi masalah yang lebih seru, kami memutuskan untuk membuat milis yang hanya beranggotakan kami berlima. Kami masih tetap aktif berkomentar di forum, tapi hanya sebatas melempar komentar-komentar ringan dan menanggapi cowok-cowok iseng yang berkomentar lucu. Dari milis itulah kami jadi makin akrab dan merasa lebih dekat satu sama lain. Padahal kami belum pernah benar-benar bertemu muka dan kumpul bareng, paling mentok kami ngobrol bareng lewat instant messenger.

Nyschka adalah yang termuda di antara kami. Usianya baru memasuki kepala 3. Kami lebih senang memanggilnya Ninis, karena lebih gampang mengetiknya. Ibunya blasteran Eropa Timur (kami tak pernah ingat nama negara persisnya), jadi tak heran kalau neng Ninis ini masih kecipratan sedikit darah bule yang membuatnya terlihat cantik. Ninis pernah mendapat beasiswa S2 di negeri kanguru, dan saat ini sedang mencari nafkah di sebuah kota cinta nan romantis, Paris. Tapi kenapa ia masih melajang? Sampai saat ini Ninis pun masih belum tahu apa jawabannya.

Rara. Usia 33 tahun. Penampilan menarik, gayanya asik. Bekerja sebagai Senior Program Manager di sebuah LSM asing di Aceh, dan bergaji belasan juta. Whoa. Bagi Rara, lebih mudah mendapatkan dan berganti-ganti pekerjaan yang bergaji besar dibanding mendapatkan pacar, boro-boro yang bergaji besar, yang kecil pun sulit. Entah dimana salahnya. “Mungkin gue kelihatan pendiam ya, gak banyak omong. Jadi belum apa-apa orang udah takut sama gue, atau ngecap sombong. Padahal gue suka gak PD aja kalo harus ngajak ngobrol duluan, ngajak kenalan duluan.” Begitulah menurut Rara letak kesalahannya.

Dedet. Orang yang paling lucu, cuek, dan santai di antara kami. Padahal usianya paling tua, 35 tahun. Pernah bekerja di sebuah kantor berita asing yang berkantor di Jakarta, tapi saat ini lebih memilih bekerja sebagai freelancer, membantu jurnalis-jurnalis asing, baik cetak maupun elektronik, yang datang membuat liputan di Indonesia. Kalau ditanya kenapa memilih jadi pekerja lepasan, begini jawabnya, “Gue gak bisa bangun pagi. Lagian juga secara penghasilan lebih gede jadi freelancer. Kita juga bebas ngatur waktu. Lagi mau kerja ya kerja, waktu males ya gak kerja. Buat apa gue gaya-gayaan punya status kerja di kantor berita asing, tapi kerja rodi, duit gak ada. eh ada sih kalo cuma duit sih.” Luar biasa. Selain itu, Dedet cukup fleksibel dalam bersosialisasi, terlihat dari pergaulannya yang luas. Dengan usianya yang terbilang banyak Dedet masih sering jalan dan nongkrong dengan anak-anak abg yang kadang berusia 10 tahun lebih muda darinya. Lalu kenapa sulit bagi Dedet untuk melepas status lajangnya? Entahlah.

Dan saya. Siapakah saya? Saya sebetulnya bukan orang yang suka ikutan aktif dalam forum-forum diskusi di dunia maya. Saya lebih sering jadi pemantau. Tapi topik yang satu itu benar-benar membuat saya tergoda untuk mendaftarkan diri ke forum agar bisa ikut berkomentar. Waiting4Godot. Itulah nickname yang saya daftarkan dan akhirnya sering muncul dalam forum diskusi tentang perempuan lajang itu. Bagi saya, menunggu datangnya seorang pasangan hidup hampir sama dengan menunggu Godot. Padahal dalam cerita aslinya, Godot tak pernah datang. Begitu pesimisnya saya. Saya benar-benar bisa merasakan apa yang ditulis Dinda dalam pembukaan topiknya. Mungkin karena saya seumuran dengannya, dan sepertinya apa yang dia tulis tak beda jauh dengan apa yang saya alami.

Ya, di antara mereka berempat, Dinda lah yang paling banyak kesamaannya dengan saya. Kami sama-sama berusia 34. Sama-sama pernah mendapat kesempatan melanjutkan sekolah gratis di Inggris, meskipun beda tahun, jurusan sekolah, dan kota. Saat ini Dinda punya kesibukan mengelola galeri seni dan bisnis kerajinannya yang cukup maju di Jogja. Sedangkan saya, setahun terakhir ini saya kembali ke London karena ditugaskan kantor untuk mengikuti semacam pelatihan dan magang di kantor pusatnya. Masih beberapa bulan lagi saya harus tinggal di kota gerimis mengundang ini.

Satu lagi kesamaan kami berdua adalah sama-sama punya kehidupan percintaan yang kacau. Artinya, beberapa tahun belakangan ini kami hanya mengandalkan kedekatan dengan ’stok lama’ tanpa ada kejelasan status hubungan. Tidak jarang kami membuka diri untuk mencari stok baru, tapi selalu gagal karena mereka mundur teratur, meski baru tahap pdkt. Itulah yang membuat kami lagi-lagi kembali ke ’stok lama’ yang tidak jelas itu.

Dan inilah kami. Perempuan-perempuan lajang yang tidak jalang. Apakah kami salah karena kami tak bodoh? Apakah kami salah karena kami terbiasa mandiri? Apakah kami salah karena kami terbilang sukses dalam pekerjaan? Apakah salah kami kalau itu semua membuat banyak laki-laki jadi minder?

Begitulah, dengan semangat keputusasaan (what an oxymoron!!) yang sama, terjalinlah persahabatan di antara kami. Persahabatan yang aneh, karena kami tak pernah kenal sebelumnya dan tak pernah bertemu, bahkan setelah saling kenal. Persahabatan kami hanya didasarkan pada perasaan senasib sepenanggungan dan seperjuangan, yaitu meraih mimpi yang sama: mendapat pasangan hidup yang baik.