Saturday, 8 December 2007

Inilah kami

Kami adalah perempuan-perempuan lajang, usia 30-an ke atas. Kalau ada kompetisi untuk mendapatkan penghargaan lifetime achievement award for being single, kami berhak masuk nominasi – dan salah satu dari kami pasti akan memenangkan penghargaan tersebut – karena kami telah berjasa menghabiskan sebagian besar masa hidup kami sebagai lajang. Tapi kami bukan perempuan jalang.

Kami perempuan baik-baik yang berasal dari keluarga baik-baik. Kami juga punya latar belakang pendidikan yang sangat baik. Karena itulah mungkin saat ini kami punya pekerjaan, posisi, dan penghasilan yang teramat sangat baik. Tidak ada yang salah dengan semua itu bukan? Tentu tidak. Kesalahan kami hanya satu. Dengan segala kebaikan tersebut, kami pun bermimpi memiliki pasangan hidup yang baik. Dan ternyata mendapatkan pasangan hidup yang baik tak semudah memperoleh pendidikan, pekerjaan, posisi, dan penghasilan yang baik.

Sebelumnya kami tak kenal satu sama lain. Latar belakang kami berbeda. Tak pernah berbagi sekolah yang sama, pekerjaan yang sama, apalagi pacar yang sama. Perkenalan kami berawal dari sebuah forum diskusi di salah satu situs web lokal. Sebuah judul topik dalam forum diskusi tersebut membuat kami, satu persatu, tertarik untuk ikut nimbrung sumbang suara. Yup, topik yang telah berjasa mempersatukan kami berjudul ”female, single, 30 and above”.

Sebetulnya yang paling berjasa dalam forum tersebut adalah seseorang dengan nickname Dh33nd4, pencipta topik seru itu. Dinda, begitu kami biasa memanggilnya, membuka pembahasan dengan memperkenalkan diri sebagai jomblo pro (jomblo professional-red) dan mulai resah dengan keadaannya tersebut. Dinda mulai mempertanyakan apa yang salah pada dirinya yang 8 tahun belakangan ini tak pernah sukses menjalani kehidupan percintaan.

“Salam kenal. Gw Dinda, 34thn, pengalaman sebagai jomblo pro. Gw lagi bingung nih, bbrp thn belakangan ini kok hubungan gw sama cowok acak adul terus ya. Banyak yang baru di tahap pdkt udah mundur teratur. Salah gw apa ya? Padahal rasa2nya gw udah selalu berusaha ngalah, ngasih perhatian, ga banyak nuntut, dan yang terpenting, gak matre! Secara penampilan juga gw kata orang2 termasuk ok kok (ih PD ya?!!). tapi kok hubungan gw ga pernah beres… apa yang salah ama gw ya kira2??... ada ce2 yang senasib ama gw gaa???”

Di luar dugaan Dinda, ternyata cukup banyak perempuan di luar sana yang bernasib sama dan menanggapi topik yang dirilisnya. Seseorang dengan nickname Ny.Schka, yang belakangan kami ketahui bernama asli Nyschka, langsung berkomentar: “salah besar lo gak matre! Ce harus matre untuk bisa dapet co. u know why? Karena sebetulnya co suka ce matre… membuat mereka merasa dibutuhkan, lebih superior dan berkuasa!!! Kalau disuruh pilih antara ce yang mandiri secara finansial dan ce matre, pasti mereka pilih yang terakhir itu. tapi kalo udah gak cocok dan putus, baru lah mereka beralasan 'dia matre sih'. Huh!!!”

Haha. Sebuah komentar berapi-api yang sepertinya keluar dari lubuk hati paling dalam dan pengalaman pribadi. Setelah Nyschka, berturut-turut Rara dan Dedet muncul memberikan komentar dan berbagi sekilas cerita. Sedangkan saya, yang tadinya hanya menjadi penyimak pasif, akhirnya tergoda juga untuk bergabung.

Sebetulnya ada lebih banyak orang yang meramaikan forum tersebut. Kebanyakan dari mereka adalah kaum cowok yang sering melontarkan komentar-komentar iseng. Beberapa bisa dibilang lucu dan beberapa lainnya masuk kategori ‘lucu lo, bangsat!’ Ngerti ‘kan maksudnya?

Agar lebih leluasa curhat dan berbagi masalah yang lebih seru, kami memutuskan untuk membuat milis yang hanya beranggotakan kami berlima. Kami masih tetap aktif berkomentar di forum, tapi hanya sebatas melempar komentar-komentar ringan dan menanggapi cowok-cowok iseng yang berkomentar lucu. Dari milis itulah kami jadi makin akrab dan merasa lebih dekat satu sama lain. Padahal kami belum pernah benar-benar bertemu muka dan kumpul bareng, paling mentok kami ngobrol bareng lewat instant messenger.

Nyschka adalah yang termuda di antara kami. Usianya baru memasuki kepala 3. Kami lebih senang memanggilnya Ninis, karena lebih gampang mengetiknya. Ibunya blasteran Eropa Timur (kami tak pernah ingat nama negara persisnya), jadi tak heran kalau neng Ninis ini masih kecipratan sedikit darah bule yang membuatnya terlihat cantik. Ninis pernah mendapat beasiswa S2 di negeri kanguru, dan saat ini sedang mencari nafkah di sebuah kota cinta nan romantis, Paris. Tapi kenapa ia masih melajang? Sampai saat ini Ninis pun masih belum tahu apa jawabannya.

Rara. Usia 33 tahun. Penampilan menarik, gayanya asik. Bekerja sebagai Senior Program Manager di sebuah LSM asing di Aceh, dan bergaji belasan juta. Whoa. Bagi Rara, lebih mudah mendapatkan dan berganti-ganti pekerjaan yang bergaji besar dibanding mendapatkan pacar, boro-boro yang bergaji besar, yang kecil pun sulit. Entah dimana salahnya. “Mungkin gue kelihatan pendiam ya, gak banyak omong. Jadi belum apa-apa orang udah takut sama gue, atau ngecap sombong. Padahal gue suka gak PD aja kalo harus ngajak ngobrol duluan, ngajak kenalan duluan.” Begitulah menurut Rara letak kesalahannya.

Dedet. Orang yang paling lucu, cuek, dan santai di antara kami. Padahal usianya paling tua, 35 tahun. Pernah bekerja di sebuah kantor berita asing yang berkantor di Jakarta, tapi saat ini lebih memilih bekerja sebagai freelancer, membantu jurnalis-jurnalis asing, baik cetak maupun elektronik, yang datang membuat liputan di Indonesia. Kalau ditanya kenapa memilih jadi pekerja lepasan, begini jawabnya, “Gue gak bisa bangun pagi. Lagian juga secara penghasilan lebih gede jadi freelancer. Kita juga bebas ngatur waktu. Lagi mau kerja ya kerja, waktu males ya gak kerja. Buat apa gue gaya-gayaan punya status kerja di kantor berita asing, tapi kerja rodi, duit gak ada. eh ada sih kalo cuma duit sih.” Luar biasa. Selain itu, Dedet cukup fleksibel dalam bersosialisasi, terlihat dari pergaulannya yang luas. Dengan usianya yang terbilang banyak Dedet masih sering jalan dan nongkrong dengan anak-anak abg yang kadang berusia 10 tahun lebih muda darinya. Lalu kenapa sulit bagi Dedet untuk melepas status lajangnya? Entahlah.

Dan saya. Siapakah saya? Saya sebetulnya bukan orang yang suka ikutan aktif dalam forum-forum diskusi di dunia maya. Saya lebih sering jadi pemantau. Tapi topik yang satu itu benar-benar membuat saya tergoda untuk mendaftarkan diri ke forum agar bisa ikut berkomentar. Waiting4Godot. Itulah nickname yang saya daftarkan dan akhirnya sering muncul dalam forum diskusi tentang perempuan lajang itu. Bagi saya, menunggu datangnya seorang pasangan hidup hampir sama dengan menunggu Godot. Padahal dalam cerita aslinya, Godot tak pernah datang. Begitu pesimisnya saya. Saya benar-benar bisa merasakan apa yang ditulis Dinda dalam pembukaan topiknya. Mungkin karena saya seumuran dengannya, dan sepertinya apa yang dia tulis tak beda jauh dengan apa yang saya alami.

Ya, di antara mereka berempat, Dinda lah yang paling banyak kesamaannya dengan saya. Kami sama-sama berusia 34. Sama-sama pernah mendapat kesempatan melanjutkan sekolah gratis di Inggris, meskipun beda tahun, jurusan sekolah, dan kota. Saat ini Dinda punya kesibukan mengelola galeri seni dan bisnis kerajinannya yang cukup maju di Jogja. Sedangkan saya, setahun terakhir ini saya kembali ke London karena ditugaskan kantor untuk mengikuti semacam pelatihan dan magang di kantor pusatnya. Masih beberapa bulan lagi saya harus tinggal di kota gerimis mengundang ini.

Satu lagi kesamaan kami berdua adalah sama-sama punya kehidupan percintaan yang kacau. Artinya, beberapa tahun belakangan ini kami hanya mengandalkan kedekatan dengan ’stok lama’ tanpa ada kejelasan status hubungan. Tidak jarang kami membuka diri untuk mencari stok baru, tapi selalu gagal karena mereka mundur teratur, meski baru tahap pdkt. Itulah yang membuat kami lagi-lagi kembali ke ’stok lama’ yang tidak jelas itu.

Dan inilah kami. Perempuan-perempuan lajang yang tidak jalang. Apakah kami salah karena kami tak bodoh? Apakah kami salah karena kami terbiasa mandiri? Apakah kami salah karena kami terbilang sukses dalam pekerjaan? Apakah salah kami kalau itu semua membuat banyak laki-laki jadi minder?

Begitulah, dengan semangat keputusasaan (what an oxymoron!!) yang sama, terjalinlah persahabatan di antara kami. Persahabatan yang aneh, karena kami tak pernah kenal sebelumnya dan tak pernah bertemu, bahkan setelah saling kenal. Persahabatan kami hanya didasarkan pada perasaan senasib sepenanggungan dan seperjuangan, yaitu meraih mimpi yang sama: mendapat pasangan hidup yang baik.

7 comments:

Anonymous said...

yup, being female, single, 30 & above is a hard work. i agree to that!

can't wait to read the next journey of these 5 "unfortunate" women. hope it won't be just another so-called chicklit ;)

Anonymous said...

whoaaah senangnya ketemu teman senasib.
Ya, success comes with a price. Belum apa2 cowok udah pada mundur teratur begitu tau kita punya segala simbol kesuksesan yang bahkan di kalangan mereka pun tak banyak yang memilikinya. Mungkin Tuhan sedang mengingatkan kita untuk tidak sombong dengan segala yang kita miliki, jadinya kita dikasih satu kekurangan, yaitu sulit mendapatkan pasangan yang baik

si lajang said...

agreed!

setuju banget ama lo berdua :)

Anonymous said...

mmmm ... :)ok....

Adhiguna Mahendra,PhD said...

Please jangan putus asa. Masih banyak kok cowok-cowok diluar sana yang NGGAK CEMEN dan TERINTIMIDASI sama kecerdasan dan kemandirian kalian. Hmm that is rather too politically correct statement, ok lets be honest... akan gue kasih tau sesuatu kenyataan yang gak bisa dibantah lagi:

"
Senjata cewek untuk menaklukan cowok adalah kepasrahan dan ketaklukannya"

Unknown said...

hehehe owh cmmonnn Dhi...
do u really believe it?

hey! for the 5 girls :D
i'll join the club hehehe
means... thanks God im not alone!

and adhi... gw gak putus asa
cuma gak percaya cinta aja
itu bukan putus asa hehehe

vita yusadiredja said...

hi..really enjoying reading your blog. anyway, nearly like you girls, 20s something -nearly30- edukasi lumayan lah (kalo dibandingin sama mayoritas wanita di Indonesia)dapet kesempatan sekolah gratis di luar negeri, and still single.
Jujur jadi single udah ampir 2 taun ini gw asik2 aja sih, dengan banyak kesibukan sih gak kerasa sepi. Kadang emang kepikiran, enak kali ya kalo ada yang bisa sharing segalanya sama orang itu. ato "enak kali ya, kalo ada seseorang yg pantas dipikirin".
Tapi akhirnya balik lagi ke jodoh. well ,track record kehidupan percintaan gua sih cukup berliku dan rumit. gua sekarang sih positive thinking aja, outside there must be a man waiting for me also.
kadang gua suka ledekan juga ma temen gua.." boo, kayaknya buat ejke gampangan cari beasiswa ya daripada cari laki ". tapi itu cuma gurauan aja, suatu saat nanti gue yakin bakal ketemu "the one" itu